Family is Home ...
"Ma, aku mau punya handphone ,"
"Memang di sekolah ada teman yang bawa?" Tanya saya padahal saya tahu peraturan di sekolah, anak-anak di larang membawa handphone , kalaupun ada orangtua yang merasa penting anaknya membawa untuk memudahkan komunikasi undangan dsb, orangtua harus bicara langsung dengan pihak sekolah dan memastikan handphone tanpa koneksi internet, hanya untuk sms dan telp.
" Nggak , kan tidak bisa bawa handphone ke sekolah. Aku mau buat di rumah aja . "
"Buat apa?"
"Buat telepon teman."
"Pake handphone Mama aja."
Permintaan Kaka soal handphone membuat saya teringat pertanyaan seorang teman yang juga seorang mama, "Umur berapa anak sebaiknya diberi handphone ?"
Kalau sekedar diberi handphone karena urgent , menurut saya bisa kapan saja jika si anak sudah bisa menggunakannya. Tapi arah pertanyaannya adalah, "Umur berapa anak sebaiknya diberi handphone yang terkoneksi internet? Karena anak ingin memiliki akun media sosial seperti teman-temannya dan bisa WA an dengan teman-teman.
Jujur saja, saya agak khawatir menghadapi masa itu. Waktu si kecil cepat atau lambat akan berkenalan dan akrab dengan smartphone. Khawatir tidak bisa mengontrol diri, khawatir terbawa arus yang tidak -tidak, khawatir semangat menuntut ilmunya turun karena main gadget terus.
Di sisi lain, saya sadar, sekedar khawatir tak akan menyelesaikan masalah. Pe-er
saya dan harus segera dilakukan adalah penyediaan si kecil menghadapi masa itu. Sehingga saat dia kenal internet dan media sosial, kita sebagai orangtua tetaplah tempatnya curhat. Rumah tetap tempat pulangnya yang paling nyaman. Tetap semangat menuntut ilmu karena sadar dengan masa depannya. Tidak terbawa arus karena nilai-nilai yang ditanamkan di rumah melekat baik dalam karakter dan attitude nya.
Dan cara menanamkan itu semua dimulai dengan menghabiskan waktu berkualitas dengan mereka. Waktu dimana kita hadir untuk anak-anak tidak hanya fisik juga pikiran, hati dan emosi, sehingga anak-anak merasa dekat, nyaman dan aman dengan kita. Dan nilai-nilai yang kita tanamkan menjadi benteng terbaik untuk dirinya.
Kapan waktu berkualitas yang paling tepat? Kalau saya berusaha menjadikan saat bersama keluarga kapan dan dimanapun, lama atau sebentar adalah berkualitas. Seperti rutinitas di bawah ini;
1.Nonton film bersama
Menemani anak-anak nonton film bareng bisa menjadi waktu berkualitas? Bisa banget. Film adalah media belajar yang paling mudah dicerna dan dipahami anak. Banyak film anak menyampaikan pesan yang cukup dalam tentang nilai-nilai, karakter dan attitude baik.
Keberadaan saya dan suami disaat anak-anak menonton adalah menekankan pesan-pesan itu. Misal saat menonton film Zootopia (karena kebetulan anak-anak lagi suka nonton film ini).
"Hebat ya Jody Hoop, padahal kelinci tapi bisa jadi polisi hebat mengalahkan binatang lain yang badannya besar dan punya taring seperti kucing. Dan dia satu-satu lho polisi kelinci? "
"Memang kelinci lain kenapa gak jadi Polisi?"
"Selain Jody Hoop tidak ada kelinci yang berani jadi Polisi karena dianggap kecil, dianggap tidak bisa menangkap penjahat. Kaka inget tidak waktu latihan jadi sekolah polisi, Jody kalah melulu kan? Tapi dia tidak menyerah terus berusaha akhirnya jadi lulusan Polisi dengan nilai terbaik. "
"Terus bisa nangkap penjahat ya, Ma."
Tak perlu diskusi panjang, pesan lain dari film itu bisa ditanamkan saat menontonnya lagi dilain waktu - jika suka satu film biasanya anak-anak selalu ingin menonton lagi dan lagi.
Oh ya karena anak-anak juga suka film Upin dan Ipin, dari film itu saya menanamkan perbedaan dan toleransi. Bagaimana Upin dan Ipin yang melayu muslim bisa tetap berteman akrab dengan Mei-Mei.
2. Saat mendukung aktivitas yang disukainya
Hari sabtu minggu adalah hari yang kami tunggu-tunggu karena kami bisa menghabiskan waktu bersama lebih panjang, melakukan aktivitas berbeda, anaka-anak paling senang karena tak ada jadwal belajar hahaha.
Tentu tidak setiap waktu weekend kami habiskan di luar rumah, dalam sebulan maksimal dua kali kami ke luar. Biasanya berenang karena Kaka dan abinya hobi berenang dan Adik tengah belajar berenang.
Tapi minggu lalu anak-anak lebih memilih main ice skating dibanding renang. Karena kami percaya mencoba hal berbeda dari rutinitas biasanya, memberi pengalaman baru yang mengasah rasa percaya diri dan kemampuannya, maka kami mendukung keinginan mereka selama positif. Selain itu mereka jadi tahu bahwa kami terbuka dan menghargai pilihan mereka.
Kami memberi semangat saat Kaka jatuh. Mengacunginya jempol saat berhasil.
3. Time to read
Finally punya ruang khusus untuk buku dan baca meskipun penampakannya lebih mirip gudang buku karena rak belum memadai Heuheu.
Seperti yang pernah saya tulis di post ini, saya memiliki dua waktu membacakan buku untuk anak-anak yaitu sebelum tidur siang dan tidur malam.
Meskipun Kaka sudah bisa membacakan biasanya tetap bacakan secara bergantian dengan adik. Tapi jika ada buku baru biasanya Kaka baca sendiri karena tak sabar. Tugas saya hanya membacakan buku tanpa interupsi nasehatin ini itu tapi saya percaya momen ini membuat bonding
kami makin kuat. Dan melalui buku saya menanamkan nilai-nilai kebaikan.
4. Melibatkan dalam kegiatan sehari-hari
Dunia anak adalah dunia bermain tapi bukan berarti tidak sejak dini melibatkan mereka dalam aktivitas kegiatan sehari-hari di rumah. Momen menyiram bunga, membantu mencuci mobil, mencuci sepatu di hari sabtu bersama, kami jadikan berkualitas caranya, kami melakukannya dengan bebas sekalian bermain.
'Teman' kumpul keluarga
Kumpul bersama keluarga tak lengkap tanpa camilan, betulkan? Selain untuk mengganjal perut juga sumber energi agar tetap enjoy beraktivitas. Disisi lain, ngemil identik dengan gemuk dan bukan kebiasaan sehat. Eit, tapi tergantung ngemil apa dulu donk ya, kalau camilan sehat justru mencegah berat badan naik dan menjauhkan dari makan berlebih.