Tampilkan postingan dengan label serba serbi Tuberculosis. Tampilkan semua postingan

Menghapus Stigma dan Diskriminasi Penyakit TB

Stigma penyakit TB
Penyakit menular identik dengan kemiskinan karena penyakit ini rentan menyerang orang dengan tingkat ekonomi rendah. Kenapa? Karena kemiskinan menyebabkan kualitas makanan yang dikonsumsi rendah dan ini berpengaruh pada daya tahan tubuuh. Daya tahan tubuh rendah rentan tertulari penyakit.
Karena kemiskinan rumah tempat tinggal menjadi tidak layak-sirkulasi udara dan sinar matahari tidak baik-, yang mengakibatkan kuman penyakit ‘betah’ tinggal di sana dan menulari penghuninya.

Kemiskinan juga menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan, sehingga mereka tidak tahu apa yang menyebabkan tertular dan tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika tertular.

Dan stigma itu pulalah yang melekat dengan penyakit menular TB. Padahal faktanya, TB juga menyerang anak dan balita dengan tingkat ekonomi cukup baik hal itu karena daya tahan tubuh mereka lemah.
Stigma TB dan kemiskinan yang begitu lekat membuat sebagian orang merasa gengsi saat di duga tertulari TB sehingga diagosa terlambat.

TB juga lekat dengan stigma penyakit  kutukan, akibat di teluh, tidak bisa disembuhkan dan mematikan. Stigma ini mengakibatkan orang yang menderita TB pesimis bisa sembuh. Sikap pesimis yang membuat mereka bermalas-malasan minum obat karena menurut mereka tidak akan sembuh.

Diskriminasi terhadap penderita TB
Stigma yang buruk memunculkan sikap diskriminasi masyarakat terhadap pasien TB. Pasien TB di kucilkan, dijauhi bahkan dipecat dari pekerjaannya. Diskriminasi yang secara tidak langsung memiskinkan penderita TB. Diskriminasi  juga akan  penderita TB pesimis bisa sembuh, sehingga mereka lalai minum obat lalu timbul penderita TB resisten obat. Efek besar dari stigma dan sikap diskriminasi terhadap TB adalah penyakit TB akan menjadi lingkaran masalah yang tidak pernah tuntas. Padahal menuntaskan penyakit TB adalah  pe-er besar yang harus dilakukan dengan dukungan dan partisipasi masyarakat.



Meluruskan Informasi tentang TB
Stigma dan diskriminasi ini muncul karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai TB. Makin kurang pengetahuan masyarakat terhadap TB, akan makin kuat stigma dan diskriminasi negatif terhadap TB.

Meluruskan informasi seputar TB bukan hanya tugas petugas kesehatan tapi semua masyarakat yang tahu agar deskriminasi tidak terjadi di masyarakat.

Hal-hal yang perlu di luruskan mengenai penyakit TB antara lain;
    1. TB dapat menular kapan dan pada siapa saja, baik orang miskin maupun tidak. Sehingga penting menjaga kesehatan diri dan lingkungan.
    2. TB bukan penyakit kutukan atau akibat teluh tapi disebabkan bakteri.
    3. TB dapat di sembuhkan dengan mengkonsumsi obat secara teratur.
    4. Untuk bisa sembuh dari TB tidak mahal karena obat tersedia gratis.
    5. Pentingnya keberadaan PMO
    6. Penderita TB sebaiknya menggunakan  masker.
Meluruskan stigma dan deskriminasi terhadap TB
Meluruskan stigma dan deskriminasi terhadap TB dapat dilakukan dengan cara tanpa menggurui dan cara ini biasanya lebih diterima. Seperti misalnya menjadikan TB bahan diskusi di sela kegiatan arisan atau pengajian ibu-ibu. Bekerja sama dengan  posyandu untuk mendatangkan petugas kesehatan dari puskesmas dan memberi penerangan mengenai TB  karena TB rentan terhadap anak dan balita.

Dengan semakin baik dan benarnya pengetahuan masyarakat mengenai TB, kondisi akan berbalik, masyarakat menjadi semakin tahu, tidak takut, stigma dan diskriminasi makin berkurang hingga akhirnya hilang. Yang timbul kemudian adalah rasa simpati dan empati yang membuat penderita TB optimis untuk sembuh dan memiliki harapan masa depan yang sama dengan orang sehat dan masyarakat menjadi lebih peduli pada sekelilingnya termasuk dalam hal menjaga kebersihan lingkungan dan dirinya.

referensi tulisan:
www.tbindonesia.or.id
www.depkes.go.id
www.blog.tbindonesia.or.id

Partisipasi Aktif Kita untuk Indonesia Bebas TB

Ini ada tulisan ketujuh mengenai TB, tulisan-tulisan sebelumnya bisa di baca di katagori dengan sub serba-serbi Tuberkulosis .  Tema yang diangkat kali ini mengenai  peran masyarakat dalam pengendalian TB.  

Penyakit TB bukan hanya persoalan kesehatan, juga terkait persoalan sosial karena memberi dampak pada lingkungan sekitarnya yaitu bisa menularkan.  Terkait juga persoalan ekonomi, karena ada biaya yang dikeluarkan oleh penderita atau negara – jika obat gratis. Sedangkan pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan dan petugas kesehatan memiliki keterbatasan. Karena itu untuk menanggulangi TB haruslah di dukung masyarakat secara aktif.

Besar kecilnya penyebaran penyakit menular terkait dengan perilaku dan pola hidup di masyarakat diantaranya kebersihan dan pola makan. TB akan mudah tertular pada orang yang tinggal di lingkungan kurang bersih dan pada seseorang dengan daya tahan tubuh lemah. Daya tahan lemah umumnya terkait dengan pola makan. Konsumsi makanan sehat lengkap dengan sayur dan buah akan membuat daya tahan tubuh seseorang terhadap penyakit kuat.

Karena terkait dengan perilaku dan pola hidup masyarakat maka penanggulangan penyakit menular haruslah melibatkan masyarakat secara langsung.  

Mengingat fakta bahwa  sebanyak 1/3 kasus TB masih belum terakses atau dilaporkan. Ada juga yang terlambat ditemukan sehingga saat diagnosa ditegakkan sudah dalam tahap lanjut bahkan kuman telah resisten obat sehingga sulit untuk diobati. Maka agar hal ini tidak terjadi, peran masyarakat untuk turut serta menanggulangi TB menjadi keharusan.



Penyebaran TB
Penyebaran penyakit TB sangat luas, tidak hanya di desa-desa yang identik dengan kemiskinan dan pola hidup tidak sehat, juga di kota-kota seluruh Indonesia yang notabene, sudah tahu dan sadar pentingnya pola hidup sehat. Diperkotaan TB merupakan penyebab kematian nomor 4 setelah stroke, diabetes dan hipertensi.


Partisipasi aktif untuk pengendalikan TB 

Beberapa bentuk partisipasi aktif masyarakat dalam mengendalikan TB diantaranya; 

1.Berbagi pengetahuan tentang TB
Hampir semua masyarakat Indonesia tahu apa itu penyakit TB, tapi sedikit sekali yang paham bagaimana TB ditularkan, bahwa TB bisa disembuhkan secara total dan obat TB tersedia gratis.

Banyak pemahaman yang salah mengenai TB di masyarakat.  Sehingga masih ada beberapa penderita TB yang dikucilkan dan merasa dirinya tidak dapat sembuh. Tugas saya sebagai bagian dari masyarakat yang menjadi lebih tahu mengenai TB setelah mengikuti kompetisi ini adalah membagi pengetahuan saya mengenai TB. Dan sudah mulai di lakukan pada saudara, kerabat, teman dan tetangga.

2. Temukan dan Sembuhkan TB
Kenyataan yang sering tidak kita sadari ketika bicara mengenai TB adalah fakta bahwa anak-anak rentan tertulari TB.  Dan banyak TB yang menulari anak-anak tidak menunjukkan gejala TB yang selama ini di ketahuinya seperti batuk selama dua minggu, demam atau berkeringat di malam hari. Seperti yang dialami salah satu kerabat saya.

Selama ini si ibu hanya mengeluhkan anaknya sulit makan, sampai kehilangan berat badan 3 kg. Berbagai cara sudah dilakukan si ibu akan anaknya mau makan tapi tidak cukup berhasil. Si anak makan hanya sekedarnya, bahkan susu pun mulai berkurang. Suatu hari si anak, terkena deman batuk dan pilek. Lalu si ibu membawanya ke dokter.  karena berat badan anak yang tidak normal alias terlalu kurus untuk ukuran anak seusianya, Dokter merekomendasikan untuk tes rontgen dan tes darah. Hasilnya di duga TB. Untuk meyakinkan Dokter melakukan tes Madox, dan hasilnya positif TB.

Hasil diagnosa ini sedikit membuat si Ibu keheranan, dari manakah sumber penularannya? Padahal lingkungan rumah bersih dengan jendela besar-besar sehingga sirkulasi udara dan sinar matahari baik.  Lingkungan sekitar rumah juga bersih dan seingatnya tidak ada anak tetangga suka batuk kalau pun ada anaknya  jarang berinterksi intens dengan anak-anak tetangga. Maklumlah tinggal di sebuah perumahan kelas menengah yang dimana anak-anak orangtua lebih suka ‘mengurung’ anaknay di rumah.

Namun penjelasan Dokter mengenai penularannya membuat si Ibu mengerti dengan banyak kemungkinan dari mana anaknya tertulari. Mungkin saat di mall, rumah sakit atau tempat publik lainnya, ada penderita TB bersin dan si kecil menghirup, atau air liurnya mengenai kursi, pegangan ekskalator yang kemudian secara tidak sengaja di pegang si anak, lalu si anak memasukkan tangannya ke mulut saat hendak makan sesuatu (tanpa cuci tangan) dan kondisi tubuh anak sedang lemah, jadilah kuman masuk dan bersarang.

Kejadian ini membuat saya lebih jeli untuk menemukan penderita TB di sekitar, menjaga dan menumbuhkan kebiasaan kesehatan pada anak-anak salah satu mencuci tangan.

3. Menjadi PMO
Keberadaan PMO atau pengawas minum obat penting karena penyembuhan TB yang cukup lama yaitu minimal 6 bulan, bisanya membuat penderita bosan, lupa atau merasa sudah sembuh (padahal belum 6 bulan). Di sinilah tugas PMO selain untuk memastikan penderita TB minum obat juga mengedukasi penderita mengenai bahaya TB jika tidak disembuhkan bukan hanya untuk dirinya tapi lingkungan sekitar.


4. Menjadi tenaga suka rela resmi melalui organisasi sosial baik di gagas pemerintah atau pun non pemerintah atau membentuk organisasi sendiri dengan masyarakat sekitar (komunitas).

Bergabung dengan organisasi atau komunitas tertentu yang kegiatannya konsen pada TB akan membuat proses sosialisasi TB lebih terarah baik kegiatan maupun sasarannya. seperti misalnya; mengadakan pelatihan untuk kader TB di setiap kecamatan, penyuluhan secara luas mengenai TB memalui kelompok yang ada di masyarakat seperti PKK, ibu-ibu pengajian dan arisan. Penyuluhan pada pasien TB secara langsung dengan melakukan kunjungan ke rumah dan kampanye melalui penyebaran pamplet.



referensi tulisan
www.tbindonesia.or.id
www.depkes.go.id
www.kompasiana.com
www.pppl.kemkes.go.id

Dampak Ekonomi dan Kematian Penyakit TB

Tidak seperti tulisan-tulisan mengenai tuberkolusis yang sudah saya posting sebelumnya (bisa dilihat di serba-serbi tubercolusis bagian katagori), yang bersifat klinis maka di tulisan ini akan membahas dampak ekonomi yang ditimbulkan penyakit TB.

Dampak Ekonomi Penyakit TB
Sakit selalu memiliki dampak ekonomi karena untuk sembuh dibutuhkan biaya yaitu biaya untuk perawatan dan obat. Terlebih jika penyakit yang di derita butuh proses panjang untuk bisa sembuh seperti TB yang membutuhkan waktu 6 bulan mengkonsumsi obat. Waktu penyembuhan bisa lebih panjang jika TB yang diidap adalah TB resisten atau TB MDR.

Di Indonesia TB adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan peringkat 3 dari 10 penyakit pembunuh seperti, stroke, kanker dan diabetes. Menurut data Riskesdas 2007, setiap hari diperkirakan 186 meninggal karena TB

Selama ini, banyak orang  termasuk saya, merasa bahwa dampak ekonomi suatu penyakit hanya dirasakan penderita dan keluarganya namun jika ditelusuri lebih lanjut ternyata bisa memberi dampak lebih besar yaitu pada negara. 

gambar dari sini 

Dampak ekonomi pada penderita dan keluarga
Bagaimana TB memberi dampak ekonomi pada penderitanya, kan OAT tersedia gratis? Benar sekali. Namun perlu diingat TB umumnya menyerang usia produktif (15-55 tahun). Dan saat seseorang terjangkit TB ada banyak kemungkinan yang dilakukan. Penderita pengobatan secara tuntas sehingga sembuh total atau lalai melakukan pengobatan sehingga menderita TB resisten atau TB MDR.

Jika dia seorang karyawan dan menderita TB MDR besar kemungkinan dia resign dari tempat kerja karena pengobatan untuk TB MDR memerlukan penderita datang ke klinik atau rumah sakit secara periodik, kemungkinan kedua dia dikeluarkan dari tempat kerja dengan alasan khawatir menulari karyawan lain atau mencemari produk - jika dia bekerja di perusahaan farmasi atau makanan bagian factory (bukan di office) yang harus higienis. 

Dan faktanya Menurut survey yang dilakukan oleh WHO penderita MDR-TB di dunia cukup besar dan cenderung meningkat. Indonesia sendiri menempati peringkat ke 8 dari 27 negara dengan TB MDR terbanyak di dunia. Diperkirakan penderitanya sekitar 6900. 1,9% adalah TB MDR dari pasien baru dan 12% dari pasien yang sudah mengalami pengobatan.

Jika penderita adalah tulang punggung keluarga, bisa dipastikan ekonomi keluarga akan langsung timpang terlebih jika sampai meninggal. Jika penderita adalah seorang istri dan ibu dari anak-anak, maka ada beban ekonomi dan mental secara tak langsung pada keluarga. Anak-anak kurang terperhatikan dan mungkin menambah biaya karena memerlukan asisten untuk melakukan pekerjaan rumah tangga yang biasanya di lakukan istri.

Jika penderita perlu di rawat akan ada biaya tambahan, yaitu biaya ‘operasional’ keluarga untuk mendampingi selama di rumah sakit dalam hal ini ongkos dan biaya makan. Dan penelitian menunjukkan 75% pasien TB harus mengambil pinjaman atau berhutang untuk biaya pengobatan dan biaya sehari-hari.

Dampak ekonomi pada negara
Pemerintah menggratiskan OAT namun bukan berarti pemerintah mendapatkan OAT secara gratis. Walaupun ada bantuan pendanaan dari organisasi dunia diantaranya dari Global Fund, tapi tidak 100%. Dan selain OAT, pelayanan kesehatan TB gratis termasuk pemeriksaan klinis seperti rontgen, tes mantox dan tes dahak.

gambar dari sini
Dan dana hibah asing bersifat sementara dan akan berkurang seiring majunya perekonomian dalam negara. Dan pada tahun 2016 pemerintah mentargetkan 80% dana untuk pelayanan program tuberkulosis bersumber dari domestik, dengan tiga sumber yaitu meningkatkan pembiayaan pemerintah pusat dan daerah, asuransi dan kontribusi swasta seperti CSR serta penerapan program yang efektif dan efisien. 

Pemerintah  mengambil sebagian dana untuk menggratiskan OAT dan pelayanan kesehatan TB lainnya dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN. Artinya jika penderita TB bertambah otomatis beban pemerintah akan bertambah. Sebaliknya jika penderita TB berkurang, dana untuk pembiayaan TB berkurang sehingga dananya  bisa digunakan untuk perbaikan di bidang pendidikan atau fasilitas publik lainnya.

Dampak ekonomi lain yang ditimbulkan TB tidak dalam bentuk hitungan rupiah secara langsung, seperti;

  1. Kerugian produktivitas akibat disabilitas. Waktu produktif berkurang karena sakit. Jika penderita TB seorang karyawan maka produktivitasnya akan berkurang karena sakit
  2. Kerugian produktivitas  akibat kematian prematur. Jika penderita TB meninggal maka jumlah tenaga produktif berkurang.
Pertumbuhan ekonomi bangsa secara keseluruhan bisa terganggu karena jumlah usia produktif berkurang terlebih saat ini setiap tahun ditemukan 460.000 kasus baru TB.

Mengurangi dampak ekonomi TB
Sebagai negara berkembang, salah satu masalahnya adalah kemiskinan dan kemiskinan sering terkait dengan tingginya jumlah penyakit menular diantaranya TB.

Dan faktanya, TB juga banyak menjangkiti kelas menengah perkotaan (menjadi penyebab kematian no  4 setelah stroke, diabetes dan hipertensi) hal itu karena lingkungan kotor (polusi rokok dan asap kendaraan) dan pola makan tidak sehat (makan hanya berdasarkan selera lidah bukan memilih makanan sehat), sehingga daya tahan tubuh menjadi lemah dan mudah terjangkiti penyakit menular.

Seperti kata pepatah mencegah lebih baik daripada mengobati. Maka yang bisa kita lakukan adalah melakukan pola hidup sehat; mengkonsumsi makanan sehat dan menjaga kebersihan lingkungan. Dan peduli, untuk menemukan dan penyembuhkan penderita TB jika ada dilingkungan sekitar.



Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog TB sesi 6


Referensi :
www.pppl.kemkes.go.id
www.kesehatan.kompasiana.com


TB, HIV dan Ko-Infeksi TB-HIV adalah Tantangan Bersama

(alhamdulillah,  tulisan ini jadi juara untuk lomba blog TB sesi 5)

Sesi 5 menulis tentang TB. Bosan? Nggak lah karena setiap sesi memiliki tema berbeda dan yang pasti pengetahuan saya mengenai penyakit TB bertambah. Awalnya, sebelum ikut kontes blog ini, penyakit TB selalu mengingatkan saya pada seorang tetangga yang meninggal karena TB, belasan tahun lalu. Di benak saya TB adalah penyakit penakutkan dan tidak bisa disembuhkan. Kini saya tahu, TB bisa disembuhkan jika diobati secara teratur sesuai petunjuk dokter. serba-serbi tentang TB bisa dilihat di serba-serbi tuberculosis katagori blog ini.

Kali ini bahasannya tentang TB dan HIV. Apa hubungannya TB dan HIV? Saya juga baru tahu lho jika TB dan HIV itu berhubungan ketika saya googling untuk mengikuti tema di sesi 5 ini.
TB dan HIV



Persamaan TB dan HIV, keduanya digolongkan sebagai penyakit yang mematikan atau menyebabkan kematian.

Perbedaannya;
  1. TB dapat disembuhkan
  2. HIV tidak dapat disembuhkan tapi bisa dikendalikan sehingga penderita dapat hidup berkualitas dan produktif.
  3. TB disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis dan menyerang berbagai organ tubuh tapi terutama dan umumnya menyerang paru-paru.
  4. HIV atau Human Immunodeficiency Virus di sebabkan oleh virus,  menyerang sistem kekebalan tubuh dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang datang. Penyakit yang umum dan biasapun menjadi berat jika menginfeksi penderita HIV
  5. Penularannya;
TB ditularkan melalui udara yaitu saat penderita batuk atau bersin, kuman yang keluar akan tersebar ke udara dan jika terhirup orang sehat yang kekebalan tubuhnya lemah akan terjangkit.
Sedangkan HIV ditularkan melalui darah, cairan mani (bukan sperma), cairan vagina dan air susu ibu (ASI).

Tindakan yang bisa menularkan HIV adalah;
  1. Berhubungan intim dengan orang yang terinfeksi HIV
  2. Menggunakan jarum suntik yang sama
  3. Ibu yang terinfeksi HIV menyusui bayinya
Ko-infeksi  TB-HIV
Ko-infeksi TB –HIV adalah pasien TB dengan HIV dan ODHA dengan TB
Kombinasi TB dan HIV adalah penyakit yang mematikan dan menurut lapororan WHO pada tahun 2012 menyebutkan bahwa 320.000 dan 1,3 juta yang meninggal karena TB adalah orang yang mengidap HIV-AIDS (ODHA). Di Indonesia sendiri menurut dirjen pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan (P2PL) 3% kasus TB baru adalah mengidap HIV.  Dan penyebab utama kematian orang yang terinfeksi HIV/AIDS adalah karena terjangkit TB.

Bagaimana kombinasi ini bisa mematikan? Untuk memahaminya kita perlu lebih dulu tahu lebih detail mengenai HIV/AIDS

HIV/AIDS dan Sistem Kekebalan Tubuh
HIV membunuh salah satu sel darah putih yaitu sel CD4 yang merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh. Jika jumlah CD4 berkurang, sistem dalam tubuh menjadi lemah untuk melawan infeksi. Jumlah CD4 pada orang normal berkisar antara 500-1500.

Tes untuk menentukan CD4 tidak tersedia luas di Indonesia dan biayanya mahal. Jadi biasanya untuk mengetahui CD4 dilakukan tes TLC atau total lymphocyte count yaitu tes untuk menghitung jumlah total sel darah putih. TLC normal 2000. Jika CD4 orang yang terinfeksi HIV di bawah 200, setara dengan TLC 1000-1250, berarti sistem kekebalan tubuhnya rusak dan pada saat itu beragam infeksi dapat menyerang tubuh, infeksi yang di sebut infeksi oportunistik (IO), salah satunya TB. Pada saat itulah kekebalan tubuhnya akan melemah dan timbul berbagai penyakit. Kumpulan gejala penyakit akibat lemahnya sistem kekebalan tubuh inilah yang disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)

Sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV dapat di bantu dengan memakai obat antiretroviral (ARV).

Bagaimana TB menyerang penderita HIV?
Walaupun TB dianggap sebagai salah satu infeksi oportunitik, TB dapat menyerang pada saat kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV masih tinggi atau pada jumlah CD4 normal (CD4 di atas 200).

Orang yang terinfeksi HIV tidak langsung sakit, bertahun-tahun mereka tidak nampak sakit bahkan kadang merasa dirinya terinfeksi HIV. Beraktivitas normal dan tidak mengalami gangguan kesehatan yang berat walaupun tanpa terapi ARV. Lamanya masa sehat itu tergantung bagaimana dia menjaga dan melakukan pola hidup sehat. Namun jika orang yang terinfeksi HIV tertular TB atau memiliki TB laten dalam tubuhnya, masa sehatnya akan pendek. CD4 nya akan turun terus sehingga infeksi lain dapat menyerang.

TB laten adalah di mana seseorang mempunyai bakteri mycobacterium tuberculosis dalam tubuhnya namun dalam keadaan tidak aktif atau tidur, sehingga penderita tidak merasakan sakit. Jika TB laten berada di tubuh orang yang terinfeksi HIV bakterinya akan cepat bangun dan aktif menyerang tubuh hal itu karena sistem kekebalan tubuh penderita HIV lemah. 60% ODHA yang terinfeksi TB laten akan menjadi TB aktif.

Jika TB menyerang penderita HIV saat sistem kekebalan tubuhnya lemah (CD4 sekitar 200), TB menyerang bagian tubuh selain paru seperti kelenjar getah bening, tulang dan sistem saraf.

Penyebab Sulitnya Menyembuhkan Ko-Infeksi TB-HIV
TB pada penderita HIV/AIDS bisa disembuhkan jika menyerang saat CD4 tinggi, namun bukan hal mudah karena pasien harus minum dua obat sekaligus yaitu ARV dan OAT. Selain jumlahnya menjadi banyak juga adanya efek samping yang disebabkan kedua obat tersebut.

Jika TB dialami ODHA saat sistem kekebalan tubuhnya rusak (CD4 rendah), umumnya tubuh tidak tahan menahan obat yang digunakan untuk menyerang infeksi.  Selain itu ko-infeksi TB - HIV di luar paru. Diagnosa TB yang menyerang diluar paru-paru cenderung lebih sulit, begitu pula menyembuhannya.
Dari paparan di atas dapat dipahami kenapa kombinasi TB dan HIV mematikan.

TB dan HIV; Tantangan ke depan
Seperti yang pernah di postingan mengenai TB sebelumnya di blog ini, Indonesia menempati peringkat ke 4 dengan jumlah TB terbanyak di dunia. Itu belum termasuk penderita TB laten yang tidak bisa terdeteksi. Namun menurut survey yang dilakukan WHO sepertiga total dari pupolasi dunia mengidap TB laten artinya ada kemungkinan penderita TB laten di Indonesia juga banyak.

sumber gambar dari sini 
Pada saat bersamaan perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang cepat di kawasan Asia. Jumlah kumulatif kasus TB dari tahun 2005 sampai 2013 sebanyak 108.600 kasus.  Epidemi HIV di Indonesia merupakan epidemi terkonsentrasi di wilayah tertentu, seperti misalnya Papua, namun ada kecenderungan menjadi epidemi meluas pada beberapa propinsi. Dan TB merupakan infeksi menyerta yang terjadi pada ODHA sebesar 31.8 %. Menurut survey WHO pasien TB dengan HIV di Indonesia pada tahun 2013 7.5% meningkat dari tahun sebelumnya 3.5%.

Artinya jumlah ko-infeksi TB-HIV bertambah. TB sangat mudah ditularkan pada penderita HIV selain masa sehat penderita HIV akan semakin pendek yang berarti kualitas dan peroduktivitas mereka menurun, mereka pun akan menjadi sumber penularan TB.

Jadi tanpa penanganan yang tepat dan efisien terhadap penderita ko-infkesi TB - HIV, TB tidak akan mudah diberantas.

Di sinilah pentingnya pemberantasan yang kolaboratif antara TB dan HIV dan pemerintah sudah memulainya sejak tahun 2007. Adapun tujuannya;

  1. Membentuk mekanisme kolaborasi antara program TB dan HIV/AIDS caranya dengan memadukan layanan kesehatan untuk TB dan HIV. Caranya;
a.       Pasien TB dan HIV diobati dalam satu kunjungan ke satu klinik atau rumah sakit
b.      Kurangi resiko ODHA tertular TB dengan mengurangi waktu menunggu antrian saat di klinik atau rumah sakit
c.       Bila pasien TB di  curigai terinfeksi HIV segera di rujuk untuk tes HIV dan konseling
d.      TB pada ODHA dipercepat penanganannya
e.      Memberi pengobatan pencegahan dengan pemberian ARV dan kotrimoksasol
f.        Kepatuhan terapi TB dan HIV
g.       Petugas kesehatan di berikan pelatihan untuk menangani TB dengan HIV atau HIV dengan TB

sumber gambar dari sini
  1. Mengurangi dampak TB pada HIV
Seperti tertulis di atas, sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV lemah sehingga jika tertular TB, CD4 dalam tubuhnya yang harusnya menyerang virus HIV harus juga menyerang kuman TB, sehingga jumlah CD4 nya bisa menurun sangat drastis dan infeksi lain mudah menyerang sehingga dia menderita AIDS.

Untuk mengurangi dampak itu adalah dengan memberantas penyakit TB, caranya dengan cepat menemukan penderita TB dan menyembuhkannya. Karena setiap orang memiliki kemungkinan mengidap TB laten, maka diperlukan menumbuhkan kesadaran untuk selalu menjaga kesehatan tubuh dan lingkungannya, melalui pola hidup sehat.

     3.    Mengurangi dampak HIV pada TB
Sulit mendeteksi TB pada ODHA, karena pada saat sistem kekebalan tubuhnya lemah (CD4 200) berbagai infeksi lain bisa menyerang. Pengobatannya pun sulit karena obat yang akan dikonsumsi lebih banyak dengan resiko efek samping cukup besar. Dan ODHA memiliki peluang 50% terkena TB.

Untuk mengurangi dampak ini, pertama, kendalikan penularang HIV dengan cara tidak berhubungan intim selain dengan suami/istri dan menjauhi narkoba. Kedua, penting sekali mempercepat penanganan ODHA yang terkena TB dengan bantuan dokter dan petugas kesehatan yang tepat pula, agar terapi OAT dan ARV bisa dilakukan dengan aman.

Memberantas dan membunuh mata rantai penularan TB, HIV dan penyembuhkan pasein Ko-infeksi TB-HIV bukan hanya tugas pemerintah dan petugas kesehatan namun perlu dukungan dan kesadaran masyarakat dengan selalu menjaga kesehatan diri, lingkungan dan menerapkan gaya  hidup sehat termasuk setia pada suami/istri dan menjauhi narkoba.


Tulisan ini diikutsertakan dalam Blog Competition Temukan, Sembuhkan TB

Referensi tulisan
www.who.org




Mengenal TB Resistan Obat

TB resistan obat adalah TB yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang telah mengalami kekebalan terhadap OAT.  Ada dua tipe TB resistan obat, pertama yang disebut MDR-TB atau Multi Drug Resistant Tuberculosis. MDR-TB merupakan bentuk TB yang tidak merespon terhadap standar 6 bulan pengobatan yang menggunakan obat standard atau yang biasa di sebut first-line yaitu obat yang terdiri dari isoniazid dan rifampicin. Dibutuhkan waktu 2 tahun untuk mengobati MDR-TB dengan obat yang 100 x lebih mahal di bandingkan pengobatan standard.

TB resistan obat kedua di sebut Extensively Drug Resistant Tuberculosis atau XDR TB adalah TB  MDR disertai dengan kekebalan terhadap OAT lini kedua yaitu golongan fluorokuinolon dan setidaknya satu obat anti TB lini kedua suntikan seperti kanamisin, amikasin dan kapreomisin.

Bakteri penyebab TB akan resistan terhadap OAT diantaranya jika penderita tidak mendapatkan pengobatan, menjalani pengobatan tapi tidak teratur meminum obatnya, dosis yang diberikan petugas kesehatan tidak tepat baik panduan, dosis, lama pengobatan dan kualitas obat.

Adapun yang memiliki peluang  mengidap TB resistan obat adalah;
*Pasien TB yang tidak menelan obatnya secara teratur  
*Sakit TB berulang serta mempunyai riwayat mendapatkan pengobatan TB
*Tinggal di wilayah yang banyak penderitan TB resistan obat
*Kontak dengan seseorang yang menderita TB resistan obat

Menurut survey yang dilakukan oleh WHO penderita MDR-TB di dunia cukup besar dan cenderung meningkat. Indonesia sendiri menempati peringkat ke 8 dari 27 negara dengan TB MDR terbanyak di dunia. Diperkirakan penderitanya sekitar 6900. 1,9% adalah TB MDR dari pasien baru dan 12% dari pasien yang sudah mengalami pengobatan.

Diagnosis TB Resistan Obat, TB MDR dan TB XDR dilakukan oleh petugas kesehatan dengan uji tertentu secara biokimia dan pemeriksaan biakan serta uji kepekaan terhadap OAT.

Pengobatan TB resistan obat dan  TB MDR  lebih sulit, membutuhkan waktu yang lebih lama dan dosis yang lebih tinggi atau OAT yang lebih keras dan ini tentunya menimbulkan efek samping obat yang pada penderita yang cukup serius. Waktu yang dibutuhkan biasanya antara 18-24 bulan dan harga OAT lebih mahal dari OAT untuk TB yang belum resistan. Harganya bisa mencapai 100x lebih mahal.

Pengobatan TB XDR jauh lebih sulit karena pilihan OAT nya lebih terbatas.

Namun tetap bisa disembuhkan jika ditangani dengan cepat dan ketersedian obat di rumah sakit ada. Pada intinya pasien harus disiplin mengikuti petunjuk pengobatan yang disarankan dokter dan memiliki keinginan kuat untuk sembuh.

Tapi pencegah lebih baik daripada mengobati. Adapun langkah pencegahan yang bisa dilakukan adalah mendiagnosis secara cepat pasien yang di duga TB resistan obat. Kemudian diobati dengan dosis yang tepat.

Cegah penularannya dengan cara menjaga lingkungan tempat tinggal pasien TB resistan obat dan pelayanan terpadu yang diberikan petugas kesehatan.


TB Dapat Disembuhkan

Walaupun tergolong penyakit berbahaya, bahkan  mematikan dan mudah menular Tubercolosis bisa disembuhkan. Sembuh total dan tidak kambuh lagi. Asalkan melakukan pengobatan sesuai anjuran dokter, minum obat secara teratur setiap hari selama minimal 6 bulan. Untuk bisa disiplin melakukan pengobatan, pasien TB perlu keinginan kuat untuk sembuh, disiplin mengkonsumsi obat, menjaga kesehatan dan pola hidup sehat disetai doa.

Obat anti tuberkolusis (OAT) tersedia gratis


Sekitar dua minggu lalu saya memposting tulisan bertemakan temukan tuberkolusis (TB), yang meliputi apa, bagaimana TB menjadi penyakit yang menyebabkan kematian dan bagaimana kita mengenali gejalanya. Tujuannya tak lain  agar kita aware terhadap lingkungan sekitar sehingga kita tahu  apa yang harus kita lakukan jika menemukan pasien yang diduga TB dan menghindari penularannya. Selengkapnya bisa di baca di link http://www.rinasusanti.com/2014/04/tb-ada-di-sekitar-kita.html
Walaupun TB merupakan penyakit mematikan dan menular, namun  bisa disembuhkan dan salah satu memutus mata rantai penularannya adalah dengan menyembuhkan pasien TB.
TB bisa disembuhkan
Dalam postingan sebelumnya saya menceritakan kakak sahabat saya, teh Yati, yang terkena TB, kejadian itu berlangsung belasan tahun lalu dan alhamdulillah sampai  sekarang kakak sahabat saya sehat, sudah berkeluarga dan di karunia anak. Bukti yang meyakinkan saya juga tetangga sekitar bahwa TB bisa disembuhkan.
Kesembuhan teh Yati tidak lepas dari  keinginannya yang  kuat untuk sembuh, disiplin melakukan pengobatan, mendapat dukungan dari keluarga dan sahabat dan doa. Itu yang saya lihat dari kasus teh Yati. Mental teh Yati sempat down dan minder saat di vonis TB, saat itu usianya baru 22 tahun dan tengah bekerja sebagai staff admisnistrasi di sebuah konsultan, untunglah keluarga membesarkan hati dan meyakinkannya bahwa dirinya bisa sembuh. Teh Yati memutuskan resign dari kantor selama pengobatan, tujuan tak lain agar dia konsen dan disiplin melakukan pengobatan (disuntik, mengkonsumsi obat dan di periksa dahaknya secara berkala  untuk mengetahui apakah kuman masih ada atau sudah mati). Pilihan yang berat karena teh Yati membantu membiayai adiknya yang tengah kuliah.
Obat anti tuberkolusis (OAT) gratis di seluruh puskemas dan rumah sakit pemerintah
Rentang waktu pengobatan yang cukup lama dan  mengkonsumsi obat setiap hari ini tak jarang membuat penderita yang pengetahuannya minim, dengan taraf ekonomi pas-pasan atau rendah  dan di tinggal daerah terpencil, merasa putus asa saat di vonis mengidap TB sehingga enggan berobat karena membayangkan biaya yang akan dikeluarkan besar. Sehingga mereka pasrah pada penyakitnya.
Kini, tak ada alasan bagi penderita TB tidak sembuh dengan alasan biaya karena obat anti tuberkolusis (OAT) tersedia gratis di puskesmas dan rumah sakit pemerintah.


Bagaimana cara mendapatkan OAT gratis?

Temukan TB di sekitar kita

Penyakit tuberculosis atau biasa di sebut TB, adalah penyakit menular yang paling mematikan di dunia setelah HIV/AIDS. Data WHO pada tahun 2013 menyebutkan penderita TB di Indonesia 185 per 100 ribu dan menempati urutan ke 4 dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India, China dan Afrika Selatan. Fakta yang mengerikan sekaligus menjadi warning, bahwa saatnya semua orang tahu dan peduli dengan TB sehingga penderitanya dapat disembuhkan sekaligus menghentikan mata rantai penyebarannya.

TB disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis dan batuk, bersin, air ludah atau hembusan nafas penderita dan tersebar ke udara. Bakteri TB yang ada di udara di hisap orang sehat secara tidak sengaja saat bernafas.

gambar bakteri TB dengan pembesaran