Nge-Blog Kreatif; Kreativitas Tanpa Batas Bersama Faber-Castell



Merasa beruntung itu terpilih ikut workshop Nge-Blog Kreatif bareng Faber-Castell hari minggu tanggal 7 Agustus 2016 di Main Atrium – Lippo Mall Kemang. Acaranya membuat kreasi dan menghias benda dengan Connector Pen Craft  & Creative Maker Faber-Castell. Merasa beruntung bukan karena saya jago gambar, sebaliknya saya kurang percaya diri jika disuruh menggambar, saya lebih suka mewarnai.  Jadi ikut event ini kesempatan belajar dan mengembangkan percaya diri  soal menggambar sekaligus mau menularkan apa yang didapat  pada kedua si kecil saya yang memang suka banget menggambar dan mewarnai.

Event workshop Nge-Blog Kreatif ini merupakan rangkaian dari pameran Kreativitas Tanpa Batas yang diadakan oleh  Faber-Castell. Bukan pameran pertama yang diadakan Faber-Castell dan bukan hanya di kota Jakarta, untuk tahu lebih lanjut event ini bisa intip di IG nya @FaberCastell_ID.

Ethica, Baju Muslim Pilihan Keluarga

Pakaian muslim yang nyaman


foto koleksi pribadi

Pada beberapa kesempatan saya membiasakan Kaka (AZE) memakai pakaian muslim. Niatnya untuk pembiasaan dan mengenalkan pakaian muslim yang kelak harus ia kenakan jika sudah akil baliq. Walaupun mulai dibiasakan tetap fleksibel. Artinya jika dia mengeluh kegerahan dan minta dibuka kerudungnya  saya persilahkan lalu setelah adem  dikenakan lagi, sambil diberi penjelasan kelak jika sudah baliq harus tetap dikenakan.

Pernah suatu kali dia protes saat saya minta mengenakan pakaian muslim.
“Aku gak mau pakai baju muslim ini gerah. Maunya yang ini, enak dingin walaupun keringetan. Kok bisa beda Ma, padahal sama-sama baju panjang.”
“Ini namanya kain katun.”
“Mama harusnya beli yang seperti ini.”

Seblak Bandung

Ngomongin Bandung rasanya tidak bisa dilepaskan dari kulinernya, benar gak? Jangan ngaku udah kulineran di Bandung kalau belum nyicipin yang namanya nasi timbel, colenak (yang sudah jarang ditemui) atau jajanan murah meriahnya yang ngehits macam cilok, cireng, cimol dan seblak. 

Beberapa waktu lalu seorang teman meng-upload foto seblak hasil masakannya di IG berikut caption asal muasal seblak. Sebagai orang Bandung (lahir dan besar di sana) saya baru tahu asal muasal seblak ini. Jadi begini ceritanya; seblak ini awalnya masakan para santri mondok (di daerah Jabar) jika akhir bulan, saat bekal kiriman orangtua menipis.  Untuk mengirit, makan dengan kerupuk yang diolah jadi bercita rasa, jadilah seblak.

seblak home made 

Mpasi rumahan hingga instan (narasumber dokter spesialis Gizi Klinis)

Awalnya ga paham saat baca status teman soal nugget dan mom war, karena kepo saya pantengin FB ealah ternyata ada Bu - ibu yang mengklaim kalau memberi anak nugget itu ibu pemalas. Nggak saya gak akan ikut - ikutan berpendapat, ga mau terlibat mom war hehehe hanya jadi ingat artikel yang pernah saya tulis untuk majalah AyahBunda tahun 2015, wawancara dengan dokter spesialis Gizi Klinis, walaupun bahasannya Mpasi tapi point pentingnya, bisa diaplikasikan untuk semua jenis makanan, yaitu hal yang harus diperhatikan saat membeli yang instan, kelebihan dan kekurangannya.  yang intinya, ada bmemberi si kecil makanan rumahan atau instan.

Artikel asli dan lengkapnya (di blog post ini hanya kutipannya) pernah dimuat di majalah AyahBunda bulan Agustus 2015, penampakan foto artikel dan majalahnya bisa dilihat di  Mpasi rumahan hingga instan.


Wawancara dengan dokter spesialis Gizi Klinis dr. Tirta Prawita Sari Msc. SP.GK dokter di Rumah Sakit Pondok Indah

Waktu berkualitas bersama keluarga kapan dan dimanapun

Family is Home ...


"Ma, aku mau punya handphone ,"
"Memang di sekolah ada teman yang bawa?" Tanya saya padahal saya tahu peraturan di sekolah, anak-anak di larang membawa handphone , kalaupun ada orangtua yang merasa penting anaknya membawa untuk memudahkan komunikasi undangan dsb, orangtua harus bicara langsung dengan pihak sekolah dan memastikan handphone tanpa koneksi internet, hanya untuk sms dan telp.
" Nggak , kan tidak bisa bawa handphone ke sekolah. Aku mau buat di rumah aja . "
"Buat apa?"
"Buat telepon teman."
"Pake handphone Mama aja."

Permintaan Kaka soal handphone membuat saya teringat pertanyaan seorang teman yang juga seorang mama, "Umur berapa anak sebaiknya diberi handphone ?"

Kalau sekedar diberi handphone    karena urgent , menurut saya bisa kapan saja jika si anak sudah bisa menggunakannya. Tapi arah pertanyaannya adalah, "Umur berapa anak sebaiknya diberi handphone yang terkoneksi internet? Karena anak ingin memiliki akun media sosial seperti teman-temannya dan bisa WA an dengan teman-teman.

Jujur saja, saya agak khawatir menghadapi masa itu. Waktu si kecil cepat atau lambat akan berkenalan dan akrab dengan smartphone. Khawatir tidak bisa mengontrol diri, khawatir terbawa arus yang tidak -tidak, khawatir semangat menuntut ilmunya turun karena main gadget terus.

Di sisi lain, saya sadar, sekedar khawatir tak akan menyelesaikan masalah. Pe-er saya dan harus segera dilakukan adalah penyediaan si kecil menghadapi masa itu. Sehingga saat dia kenal internet dan media sosial, kita sebagai orangtua tetaplah tempatnya curhat. Rumah tetap tempat pulangnya yang paling nyaman. Tetap semangat menuntut ilmu karena sadar dengan masa depannya. Tidak terbawa arus karena nilai-nilai yang ditanamkan di rumah melekat baik dalam karakter dan attitude nya.

Dan cara menanamkan itu semua dimulai dengan menghabiskan waktu berkualitas dengan mereka. Waktu dimana kita hadir untuk anak-anak tidak hanya fisik juga pikiran, hati dan emosi, sehingga anak-anak merasa dekat, nyaman dan aman dengan kita. Dan nilai-nilai yang kita tanamkan menjadi benteng terbaik untuk dirinya.

Kapan waktu berkualitas yang paling tepat? Kalau saya berusaha menjadikan saat bersama keluarga kapan dan dimanapun, lama atau sebentar adalah berkualitas. Seperti rutinitas di bawah ini;

1.Nonton film bersama
Menemani anak-anak nonton film bareng bisa menjadi waktu berkualitas? Bisa banget. Film adalah media belajar yang paling mudah dicerna dan dipahami anak. Banyak film anak menyampaikan pesan yang cukup dalam tentang nilai-nilai, karakter dan attitude baik.

Keberadaan saya dan suami disaat anak-anak menonton adalah menekankan pesan-pesan itu. Misal saat menonton film Zootopia (karena kebetulan anak-anak lagi suka nonton film ini).
"Hebat ya Jody Hoop, padahal kelinci tapi bisa jadi polisi hebat mengalahkan binatang lain yang badannya besar dan punya taring seperti kucing. Dan dia satu-satu lho polisi kelinci? "
"Memang kelinci lain kenapa gak jadi Polisi?"

"Selain Jody Hoop tidak ada kelinci yang berani jadi Polisi karena dianggap kecil, dianggap tidak bisa menangkap penjahat. Kaka inget tidak waktu latihan jadi sekolah polisi, Jody kalah melulu kan? Tapi dia tidak menyerah terus berusaha akhirnya jadi lulusan Polisi dengan nilai terbaik. "
"Terus bisa nangkap penjahat ya, Ma."



Tak perlu diskusi panjang, pesan lain dari film itu bisa ditanamkan saat menontonnya lagi dilain waktu - jika suka satu film biasanya anak-anak selalu ingin menonton lagi dan lagi.
Oh ya karena anak-anak juga suka film Upin dan Ipin, dari film itu saya menanamkan perbedaan dan toleransi. Bagaimana Upin dan Ipin yang melayu muslim bisa tetap berteman akrab dengan Mei-Mei.

2. Saat mendukung aktivitas yang disukainya
Hari sabtu minggu adalah hari yang kami tunggu-tunggu karena kami bisa menghabiskan waktu bersama lebih panjang, melakukan aktivitas berbeda, anaka-anak paling senang karena tak ada jadwal belajar hahaha.

Tentu tidak setiap waktu  weekend kami habiskan di luar rumah, dalam sebulan maksimal dua kali kami ke luar. Biasanya berenang karena Kaka dan abinya hobi berenang dan Adik tengah belajar berenang.

Tapi minggu lalu anak-anak lebih memilih main ice skating dibanding renang. Karena kami percaya mencoba hal berbeda dari rutinitas biasanya, memberi pengalaman baru yang mengasah rasa percaya diri dan kemampuannya, maka kami mendukung keinginan mereka selama positif. Selain itu mereka jadi tahu bahwa kami  terbuka dan menghargai pilihan mereka.

Kami memberi semangat saat Kaka jatuh. Mengacunginya jempol saat berhasil.



3. Time to read
Finally punya ruang khusus untuk buku dan baca meskipun penampakannya lebih mirip gudang buku karena rak belum memadai Heuheu.

Seperti yang pernah saya tulis di post ini, saya memiliki dua waktu membacakan buku untuk anak-anak yaitu sebelum tidur siang dan tidur malam.

Meskipun Kaka sudah bisa membacakan biasanya tetap bacakan secara bergantian dengan adik. Tapi jika ada buku baru biasanya Kaka baca sendiri karena tak sabar. Tugas saya hanya membacakan buku tanpa interupsi nasehatin ini itu tapi saya percaya momen ini membuat bonding kami makin kuat. Dan melalui buku saya menanamkan nilai-nilai kebaikan.
                                                                                                                                
4. Melibatkan dalam kegiatan sehari-hari
Dunia anak adalah dunia bermain tapi bukan berarti tidak sejak dini melibatkan mereka dalam aktivitas kegiatan sehari-hari di rumah. Momen menyiram bunga, membantu mencuci mobil, mencuci sepatu di hari sabtu bersama, kami jadikan berkualitas caranya, kami melakukannya dengan bebas sekalian bermain. 

'Teman' kumpul keluarga
Kumpul bersama keluarga tak lengkap tanpa camilan, betulkan? Selain untuk mengganjal perut juga sumber energi agar tetap enjoy beraktivitas. Disisi lain, ngemil identik dengan gemuk dan bukan kebiasaan sehat. Eit, tapi tergantung ngemil apa dulu donk ya, kalau camilan sehat justru mencegah berat badan naik dan menjauhkan dari makan berlebih.




Membuat Home Theater Sendiri di Rumah

Punya home theater di rumah itu salah satu impian Pak suami karena dia memang suka nonton. Alasannya ingin punya home theater katanya biar puas nontonnya kayak di bioskop, itu lho efek suaranya. Ehm, boleh boleh aja sih kalau punya budget.

Sebenarnya apa saja sih perangkat home theater hingga menimbulkan efek suara seperti nonton di bioskop? Pertannyaan saya terjawab saat beberapa waktu lalu saya dan suami mampir ke sebuah toko elektronik. Ternyata bukan sekedar speaker.



Cerita Lebaran Penuh Makna

Pulang akan selalu membawa cerita berbeda walaupun jalan dan orang yang kita temui masih sama dengan kepulangan  sebelumnya...


Walaupun saya hanya mudik ke Purwakarta dan Bandung, siapa sangka mengalami kemacetan walaupun tidak seheroik teman-teman yang mudik lewat jalur pantura atau pantai selatan. Kemacetan yang  sempat membuat senewen,  galau dan panik.

Galau,  karena kami sempat bingung untuk membuat keputusan, apa  akan putar arah keluar tol dan pulang ke rumah (mudik ditunda hingga besok pagi atau tengah malam) atau bertahan karena tanggung sudah menempuh 4 jam perjalanan dari Pasar Rebo ke tol Cikarang?