Memulai Perubahan Kecil dari Rumah untuk Lingkungan Lebih Baik

Gaya hidup dibentuk kebiasaan tapi bukan berarti tidak bisa dirubah. Contohnya saya, dulu tidak pernah memikirkan berapa banyak air bersih yang saya gunakan terbuang percuma karena digunakan seenaknya atau dalam istilah bahasa sunda ‘hambur’.  Kurang aware dengan lampu yang menyala di siang hari di rumah, menanggapi kampanye tanam pohon tanpa action. Ya, dulu saat masih mengenakan seragam sekolah, belasan tahun lalu.  Saat kampanye peduli lingkungan masih jarang di dengungkan. Karena air bersih masih begitu berlimpah -saya ingat waktu itu air pam tidak pernah mati 24 jam -  kini hanya mengalir saat pagi dan malam,  banjir hanya menggenangi tempat-tempat tertentu itu pun tidak luas.

Seiring bertambahnya pengetahuan mengenai lingkungan, saya mulai menerapkan kebiasaan kecil yang dimulai  dari rumah untuk menjaga lingkungan juga sebagai bentuk dukungan pada organisasi WWF,  dengan melibatkan semua anggota keluarga, termasuk anak-anak dan art.

Terlebih setelah saya tahu jika air tawar di bumi ini hanya 2.5% dari keseluruhan air yang ada dan hanya 1% persen yang bisa diminum.  Padahal jumlah populasi manusia terus bertambah. keterbatasan air bersih sangat terasa ketika musim kemarau tiba.

Namun ada kenyataan yang cukup ironis di negera tercinta ini, saat musim kemarau beberapa daerah terkena kekeringan cukup parah, namun saat musim penghujan tiba, banjir di mana-mana – dan seiring waktu daerah yang terkena banjir makin meluas.

Bukti bahwa ada ketidakseimbangan. Pembangunan yang tidak terintegrasi, begitu kata  salah seorang dosen Geologi saat saya mengambil mata kuliah geologi umum.

Banyak faktor yang menyebabkan banjir diantaranya; daerah resapan air dijadikan hunian atau pusat niaga, penyempitan daerah aliran sungai karena banjir dan rumah liar, pembalakan liar dan berkurangnya tanah yang mampu menyerap air karena kini banyak rumah  lebih suka halamannya di semen dengan alasan biar bersih.
Saya sangat berharap pemimpin terpilih april mendatang, memiliki kepedulian pada lingkungan, tak seenaknya memberi tanda tangan ijin membangun gedung perkantoran, apartemen, hotel atau mall tanpa memikirkan efek alih fungsi tanah tersebut atau tanpa memikirkan membangun gorong-gorong untuk saluran airnya.

Sekedar berharap sama dengan bermimpi, jadi saya berusaha disiplin melakukan langkah kecil untuk perbaikan lingkungan dimulai  dari rumah dan melalui blog saya ingin berbagi langkah ini.

Wordless Wednesday - Flooding

housing where I live flooded if it rains, fortunately not enter to the house





Resensi di Korjak : Rahasia Ayah Edy Memetakan Potensi Unggul Anak


Resensi yang dimuat di koran jakarta versi cetak dan digital Rabu , 12 Maret 2014

selengkapnya bisa di baca di sini  atau di sini








Rahasia Ayah Edy Memetakan Potensi Unggul Anak

Rahasia Ayah Edy Memetakan Potensi Unggul Anak



Judul Buku          : Rahasia Ayah Edy Memetakan Potensi Unggul Anak
Penulis                : Ayah Edy
Penerbit              : Noura Books
Tahun                 : Februari  2014
Hal                     : 175
ISBN                 : 978-602-1606-38-4
Harga                  : rp.42.000,-

Memetakan  Potensi Unggul Anak Sejak Dini
resensor rina susanti

*resensi ini dimuat di koran jakarta beberapa hari lalu dan di edit cukup banyak sehingga menurut saya kurang komprehensif. Berikut versi asli sebelum di bedah editor korjak. Versi korjak bisa dilihat di sini 
Setiap anak lahir dengan membawa bibit unggul masing-masing. Anak yang memiliki bibit dokter jika dirawat dengan tepat, kelak ia akan tumbuh menjadi ‘pohon dokter’, begitu pun anak dengan bibit pelukis akan tumbuh menjadi ‘pohon pelukis’ jika diasah dan dikembangkan dengan baik. Sayangnya, bibit apa yang dimiliki seorang anak tidak terstempel di dahinya, orangtua dituntut jeli membaca petunjuk – petunjuk di bawa anak sejak lahir.  Anak yang membawa bibit pelukis, biasanya sejak kecil sudah terlihat senang menggambar dan memberikan hasil gambar yang kualitasnya baik ketika diajari.
Namun adakalanya orangtua ‘memaksakan’ minat dan bakat anak dengan tujuan agar kelak si anak sukses. Sukses yang umumnya dikaitkan dengan pekerjaan yang  bisa memberikan penghasilan besar.  Tak heran jika saat memasuki jenjang kuliah, banyak orangtua menuntut anak masuk jurusan-jurusan favorit tak peduli anak tidak berminat atau tidak berbakat terhadap bidang itu.
Akhirnya bibit pelukis tumbuh menjadi ‘pohon dokter’, bibit sutradara menjadi ‘pohon insinyur’.  Mereka tumbuh menjadi dokter atau insinyur tanggung karena bekerja dengan setengah hati, tidak bahagia  dan bekerja hanya demi uang.  Mereka tidak memiliki impian dan idealis sehingga peluang untuk melakukan korupsi  besar.
Padahal jika kelak seorang anak bekerja dan mencintai pekerjaannya – walaupun bukan pekerjaan yang katanya berpenghasilan besar – ia akan bekerja dengan sepenuh hati dan bukannya cuma sibuk memburu uang, justru uanglah yang akan mengejarnya (hal 13).

Di sinilah diperlukan kebesaran hati orangtua  jika ternyata potensi ungul anak tidak sesuai yang diinginkan, atau bukan potensi yang populer di kalangan masyarakat umum, misal anak berminat dan berbakat menjadi seorang dalang.

Mengetahui potensi unggul anak sejak dini, akan memudahkan orangtua mengasah dan mengembangkannya sejak dini pula sehingga saat memasuki usia remaja anak sudah memiliki impian dan tujuan masa depan. Anak yang sudah memiliki impian dan tujuan masa depan tidak akan mudah terpengaruh oleh lingkungan buruk seperti tawuran, narkoba dan pergaulan bebas.

Selain itu, mengetahui potensi unggul anak sejak dini  sama dengan menyiapkan anak-anak kita menjadi sumber daya manusia (SDM) yang siap menghadapi pasar bebas dan menjadi tuan di negara sendiri.
Seperti kita kita ketahui, era pasar bebas sudah dimulai sejak tahun 2010, tahun 2015 negara kita akan bersaing di Masyarakat Ekonomi ASEAN.  Tak lama lagi para pencari kerja akan bersaing dengan para pencari kerja dari berbagai negara ASEAN. Dan saat itu  yang dibutuhkan adalah SDM yang berkualitas dan spesialisasi (hal 17).

Bagaimana dengan anak yang diberi label tertentu oleh sekolah atau psikolog, seperti anak hiperaktif, autis, slow learner, disleksia. Label yang umumnya membuat para orangtua pesimis dan bingung dengan masa depan anaknya kelak. Banyak fakta sejarah bagaimana anak-anak yang dianggap ‘bodoh’ ternyata jenius sebuat saja Albert Einsten atau Thomas Alpha Edison, di keluarkan dari sekolahnya karena dianggap bodoh. Dari dalam negeri ada Marta Tilaar, beliau dulu dianggap anak slow learner, namun kini menjadi pengusaha sukses dan dikenal sebagai tokoh kecantikan yang sudah mendunia, kisahnya ada di halaman 104. Artinya, orangtua berperan penting menentukan kesuksesan seorang anak kelak bukan hanya sekolah.  Homeschooling bisa menjadi pilihan.  

Memetakan Potensi Unggul Anak
Bagaimana kita sebagai orangtua mengetahui potensi unggul anak? Dalam bukunya ini disebutkan lima langkah yang harus dilakukan orangtua untuk mengetahui potensi unggul anak.

Tapi sebelum kelima langkah itu dilakukan orangtua harus di pahami dulu apa itu minat dan bakat. Minat dan bakat/potensi biasanya berimpitan namun dua hal yang berbeda. Minat adalah aktivitas yang kita sukai dan merasa senang mengerjakannya tapi belum tentu aktivitas itu merupakan bakatnya. Sedangkan bakat berhubungan dengan hasil. Anak dengan bakat melukis misalnya, ketika di ajari melukis akan memberikan hasil signifikan.

Adapun lima langkah itu adalah; melakukan stimulasi, menentukan minat dan bakat anak, menguji coba minat dan bakat, penajaman profesi atau memberikan pengetahuan mengenai profesi yang kelak diinginkan anak sesuai minat dan bakatnya terakhir membuat rencana masa depan atau membuat rencana dan langkah-langkah yang harus di tempuh untuk anak mencapai kesuksesan dengan potensi unggul yang dimilikinya.

Hal lain yang ditekankan dalam buku ini adalah bahwa uang bukan segalanya, artinya keterbatasan uang bukan halangan untuk mengasah dan mengembangkan potensi unggul anak.

Buku ini ditulis Ayah Edy berdasarkan pengalamannya sebagai praktisi dan konsultan Parenting, jadi selain teori buku ini juga berisi contoh memetakan potensi unggul anak  dari klien Ayah Edy.  Ada juga kisah inspiratif dari orang-orang berbakat nomor satu di dunia dan bagaimana mereka ditemukan potensinya sejak dini oleh orangtua mereka, seperti pembalap dunia Michael  Schumacher   atau  Agnes Monica penyanyi yang mencapai kesuksesannya di usia belia.

Buku ini sangat direkomendasikan untuk para orangtua dan calon orangtua.

Review buku Ayah Edy yang lain di sini 




Wordless Wednesday - Playing

first takes the event Wordless Wednesday . What's on their minds? just playing, find something new or imaginative




Let's share your wordless wednesday with  leave you link here

[Mozaik Blog Competition 2014] (Ngakunya) Penulis


Event Mozaik Blog Competition sponsored by beon.co.id. Pada kalimat Mozaik Blog Competition beri url lomba ini dan pada kata beon.co.id sertakan url web: beon.co.id



Ngakunya penulis?!
Setiap orang punya standar beda untuk menyebut dirinya penulis, termasuk saya. Standar saya untuk menyebut diri penulis bisa dibilang rendah. Gimana gak rendah, baru punya dua antologi buku udah mengklaim diri penulis? Malu sebenarnya heheh. 

Menurut Clara Ng dalam buku My Live As Writer ‘Untuk mengaku bahwa dirimu penulis, menurutku setidaknya kamu menerbitkan tiga buku’. Saya setuju, karena kata Clara Ng, kita harus punya standar yang tinggi untuk diri sendiri.

Buku lho ya bukan antologi. Jadi saya sebenarnya cuma ngaku-ngaku jadi penulis *tutupmuka*. Tapi ada alasannya kenapa saya  mengklaim diri sebagai penulis sebenarnya sebagai bentuk usaha dan doa, berharap dapat tawaran jadi kontributor majalah lain (amin) dan jadi pemicu untuk tetap menulis – walaupun ditolak – agar beneran jadi penulis, beneran punya ‘solo album’.

Tapi saya mau cerita sedikt nich pengalaman mejeng nama di media massa, siapa tahu ada yang terinspirasi.

Penulis vs Marie Curie
Mimpi saya bukan jadi penulis sebenarnya tapi berharap seperti Marie Curie, yang gak kenal siapa Marie Curie cek di sini ya  . Alasan yang membuat saya menghabiskan sembilan tahun belajar kimia.  Tapi untuk bisa konsen belajar kimia itu ternyata sulit karena  saya lebih suka  membaca buku-bukunya SGA dan PAT daripada membuka teksbook atau jurnal ilmiah, tak heran jika akhirnya tugas penelitian akhir (skripsi) saya molor satu tahun.

Saya mencoba nulis lantas mengirimkannya ke media massa, motivasinya asli karena tergiur honora, maklum uang saku saya pas-pasan, beneran gak cukup buat beli buku walaupun puasa jajan seminggu. Setelah berkali-kali ditolak akhirnya tulisan pertama saya dimuat media massa, di dua buah majalah remaja, kawanku dan Annida, tahun 2000 an, bukti terbitnya bisa diubek-ubek di sini. Saat dimuat itulah saya merasa ge-er bisa menulis dan ingin jadi penulis makin rajin menulis tapi eh tapi kok malah gak dimuat-muat lagi. Sedikit putus asa lalu  memutuskan puasa nulis, fokus beresin kuliah, kerja, nikah dan punya anak. Alhamdulillah...

Setelah 10 Tahun
Jadi Mama itu rasanya nano-nano ya, bisa super lebay kalau giliran mau kerja di tangisin, tapi dari situlah inspirasi tulisan saya yang akhirnya di muat  lagi di media setelah 10 tahun dari pemuatan pertama. Itu pun setelah mengalami penolakan berkali-kali. Sama seperti halnya ketika tiba-tiba mendapat penawaran menulis di sebuah majalah, setelah menerima beragam alasan penolakan. Dan saat di tawarin nulis untuk majalah   itu rasanya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata *halah*, pokoknya bawaannya senyum-senyum sepanjang hari. Bakal mejeng di sebuah majalah parenting paling keren se Indonesia gitu lho...




Yang di dapat bukan hanya materi tapi pengalaman baru jadi ‘jurnalis’, mencari narsum dan mewawancara wawancara narsum kesana-kemari. Bertemu orang-orang hebat;  Dokter spesialis, dokter spesialis sub spesialis, ahli terapi, psikolog dan tentu saja kenalan baru.

Tetap masih menerima email penolakan tulisan tapi lebih seringnya tanpa kabar, jadinya berharap. Tapi kali ini saya tidak putus asa, coba nulis lagi. Tidak ada keberhasilan yang instan bukan?  Besar keinginan jadi penulis harus di barengi usaha yang besar juga. Usaha bukan hanya nulis lho tapi banyak baca buku dan sesekali ikut pelatihan nulis dengan narasumber mumpuni tentunya.

Hutang Dua Buku
Awal tahun ini saya mendapat kabar menggembirakan, naskah buku di respon positif sebuah penerbit. Jadi saya hutang dua buku (solo) biar bisa leluasa ngaku penulis xixixi

*Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog Mozaik Blog Competition 2014

'Job Desc' ART

Kemarin saya kedatangan, tamu yang tak lain mantan art tetanga depan rumah.  Dia kemari untuk mencari pekerjaan. Setelah bertukar sapa, dia  meminta ijin menginap satu malam. Saya tidak keberatan karena ada memang ada satu kamar untuk art dibelakang.  Sebenarnya di dorong rasa kasian, di usianya yang tidak lagi muda – menjelang 50 an, masih mencari pekerjaan kesana-kemari.

Percakapan di bawah ini aslinya dalam bahasa sunda.
“Dikampung susah mencari uang. Suami gak kerja. Tadi sebelum ke sini saya mampir ke rumah  Ummi.” Saya gak tahu siapa Ummi yang di maksud tapi katanya rumahnya dekat mesjid komplek ini.
“Bi, kalau besok gak dapat kerjaan gimana?”
“Akh, kerjaan mah banyak neng. Malu kalau harus pulang lagi ke kampung.” Jawaban si Bibi cukup menohok saya, rasa optimis dan tekad mencari pekerjaan begitu kuat dan tidak ada sama sekali nada melow.



Saya menyarankan untuk menemui Bu X, tetangga yang saya tahu penyalur art.
“Saya pernah di carikan dia, gajinya emang gede tapi akh bibi mah mending gaji kecil tapi bisa sholat tenang.  Gaji gede tapi gak bisa sholat, bersihin tahi anjing, terus harus ngangkat galon ke lantai dua, karena kamar anak-anaknya di lantai dua.”

“Ngangkat galon ya sama tukangnya atuh Bi.” Kaget juga dengar tugas art ibu-ibu harus ngangkat-ngangkat galon. Di rumah tugas mengangkat galon (karena masih disper murah dan jadul, jadi posisi galon di atas, ya suami atau karyawan toko yang nganterin galon. Kalau darurat ya masak air).
“Dari hari pertama  kerja udah di kasih tahu, tugas bibi ngangkat galon. Bibi udah pengalaman sampai ke saudi neng, udah pernah ngadepin rupa-rupa majikan.”

“Di sini enak, nyetrika bisa sambil duduk. Bibi pernah punya majikan yang kalau nyetrika gak boleh duduk, kerja dari subuh sampai malam. Giliran istrirahat di marahin, gini katanya, kalau mau istirahat di rumah sendiri.”

Soal keterbatasan waktu sholat (bahkan tidak diberi waktu), makanan yang di jatah dan job dest ‘aneh’ memang bukan kali ini saya dengar seperti mencuci mobil. Helow, cuci mobil ya ke tukang cuci mobil aja kali ya...kalau niatnya buat memberi uang tambahan pada art, mungkin bisa dengan pekerjaan lain.

Art adik saya, Ai,  yang kini berusia 16 tahun , cerita waktu pertama kerja di bandung (usianya 13 tahun) di sebuah toko, melarangnya memakai jilbab, kalau sholat di buru-buru ( dan digerutui), makan di alas, suka mukul. Akhirnya Ai dan temannya (mereka bekerja bedua) nekat kabur dengan mengikhlaskan gajinya setengah bulan.
Berbeda dengan cerita teh Apong, art saya yang beberapa bulan lalu resign karena menikah, di tempat kerjanya dulu, gajinya gak jelas, malah nombok karena kalau mengantar anak majikannya ke sekolah, pake uangnya dengan alasan pinjam dulu tapi belum pernah diganti. Sampai dia akhirnya keluar kerja pun si majikan masih  berhutang gaji dan apa yang dibilang majikan saat teh apong pamit pulang.”Punten teu tiasa mayar.” Terjemahannya.”Maaf gak bisa bayar.”

Gak heran ya kalau banyak tkw sektor pekerja rumah tangga mencoba peruntungan di luar negeri.

Beruntunglah saya memiliki mama yang cukup cerewet bagaimana memperlakukan dan memperkerjakan art dengan layak, nasehat yang ditanamkan sejak saya kecil. Anjuran kalau di rumah anak, urusan saya – kerja kantoran bukan alasan.  Memberi gaji yang layak – jadi kalau gak mampu menggaji layak ya gak usah punya art. Kalau memungkinkan beri art keterampilan agar kelak jika sudah menikah bisa mandiri alias gak jadi art lagi, misalnya memasak atau bikin kue. Tak ada acara membangun art malam-malam untuk minta tolong mengerjakan sesuatu.  Menu  art sama dengan yang kita makan. Dan dilarang menyebut art dengan sebutan babu atau jongos.  Gak boleh nyuruh art untuk melakukan hal kecil yang bisa dilakukan sendiri seperti mengambil air minum (kecuali darurat atau sakit) dan itu saya terapkan pada anak-anak biar gak ngebosi dan jadi anak manja.