Menemukan Kecerdasan si Kecil
“Konsentrasi donk!” saya mulai tak sabar saat
melihatnya mengulang menghitung jari sambil komat – kamit. “Masa lupa. Tadi disoal nomor tiga kan ada
hitungan tiga kali delapan.”
Wajahnya tambah berkerut dengan bibir macun,
dan mulai menghitung lagi.
Saya mulai greget. Menghela nafas menahan
kesal.
“Makanya dihapal, diingat – ingat, jadi tidak
perlu menghitung ulang.”
“Tapi aku ga mau menghapal perkalian.”
“Kalau dihapalkan jadi gampang ga perlu ngitung
pake jari.” Suasana belajar mulai menegang. Dia keukeuh tidak mau berusaha mengingat perkalian, saya menuntut
sebaliknya. Tapi itu dulu, kini saya mulai santai. Mendampinginya belajar
matematika tanpa paksaan dan tekanan, yang penting dasarnya paham, berusaha
menahan emosi jika harus mengulang – ulang menerangkan hal sama agar dia paham.
Sampai kini nilai matematikanya tidak pernah merah di raport, paling kecil
nilainya enam saat ulangan. Tapi itulah
usaha maksimalnya.